Minggu, 26 Juni 2011

Genasi

Genasi
             Genasi adalah salah satu objek wisata yang terletak di daerah Nias Selatan, tepatnya  di kecamatan Lahusa. Objek wisata ini merupakan tempat persinggahan ketika kita akan menuju Teluk Dalam, Nias Selatan. Tempat ini selain untuk tempat pelepaskan lelah sebelum melanjutkan perjalanan juga merupakan  sebuah suguhan pemandangan yang sangat indah. hamparan lautan luas terpampang di hadapan kita,dan boleh di katakan tempat ini sangat mirip dengan daerah wisata Danau Toba yang terletak di Rantau Prapat.

Musem Pusaka Nias


Museum Pusaka Nias merupakan salah satu sarana pelestarian budaya tradisional Nias yang dikelola oleh Yayasan Pusaka Nias dimana memiliki beragam koleksi yang bernilai sejarah dalam perkembangan kebudayaan dan sosial masyarakat Nias. Museum Pusaka Nias dapat memberikan akses yang luas kepada masyarakat maupun wisatawan tentang infomasi sejarah, seni dan budaya Nias.  

Mbombo Aukhu


Masih ingatkah Anda sebuah lagu karangan Frans F. Bate’e? Liriknya, “Tenga saukhu okafu, saukhu anaukhu-naukhu he Mbombo Aukhu…” artinya sebuah mata air yang selalu mengalir, jika diraba airnya tidak panas dan juga tidak dingin melainkan hangat. Lagu tersebut termashyur antara tahun 1970-an hingga tahun  1980-an. Mungkin sebagian banyak orang menganggap ini hanya sebuah lagu khayalan pengarangnya, tetapi sebenarnya lagu tersebut benar-benar kenyataan. Namun, kini tempat wisata Mbombo Aukhu itu kurang perhatian. Padahal, bila dikelola dengan baik tempat itu bisa menjadi tempa wisata dan juga tambahan pendapatan asli daerah.
Tempat wisata Mbombo Aukhu atau mata air panas terletak di Desa Oladanö, Kecamatan Idanögaŵo, Kabupaten Nias. Mata air ini merupakan satu-satunya yang ada di kepulauan Nias sejauh ini. Mbombo Aukhu punya nilai historis sebab sejah dulu masyarakat sekitar memercayai bahwa mata air itu dapat menyembuhkan penyakit kulit, seperti kurap, panu dan lainnya. Mata air ini selain hangat, juga berasa belerang. Bau belerangnya sangat terasa setelah hujan turun.
Mbombo Aukhu adalah salah satu daerah wisata yang populer di kepulauan Nias. Untuk sampai ke sana tidak susah. Dari Gunungsitoli, Mbombo Aukhu hanya berkisar 40 km atau sekitar 20 kilometer dari Bandar Udara Binaka. Ketika sampai di Idanögawo di Km 37 terpampang pelang tepat di simpang menuju arah Mbombo Aukhu, lalu belok ke arah kanan sejauh 3 kilometer. Pengunjung bisa pergi ke sana dengan sepeda motor bahkan dengan kendaraan roda empat.
Pantauan NBC, Jumat (25/12/2010) di tempat pemandian air panas yang berada di areal sekitar 1 hektar itu telah dipagari oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Nias. Fasilitas berupa kolam renang ukuran 6 x 8 meter, areal parkir,  saung 6 unit kapasitas 4 sampai 6 orang, kamar mandi 4 unit dengan jumlah pintu 10 pintu. Dinding kolam yang dilapisi ubin itu terlihat kurang terawat dengan jamur yang hampir memenuhi dinding lur kolam.
Salah seorang pedagang di dalam area Mbombo Aukhu, Ertina Waruwu (30), penduduk Desa Oladanö, Kecamatan Idanogaŵo, Kabupaten Nias, kepada NBC menuturkan pengelola Mbombo Aukhu dari Pemerintah Kabupaten Nias, yaitu Disporabudpar. Dia menyatakan bahwa tempat itu sangat sepi pengunjung karena fasilitasnya yang tidak menarik minat.
Sekitar tahun 2000, Disporabudpar membangun sebuah kolam renang, beberapa pondok  dan kantin. Kemudian tahun 2008 direhap ulang, kolam renang dipasang keramik, pondok dan kantin atapnya diperbarui. Lanjutnya, sudah 2 tahun Disporabudpar berjanji akan membangun kolam baru, tempat mainan dan saung, tetapi sejauh ini hal itu masih sebatas isu semata.
Ertina menambahkan, tiap bulan ia harus membayar kepada pemerintah sewa kantin Rp 40.000/bulan, tetapi belakangan ini omzetnya semakin menurun. Hal itu disebabkan kurangnya pengunjung. Katanya, salah satu faktor kurangnya pengunjung adalah kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan juga kebersihan.
Sebenarnya pemerintah telah menempatkan 3 petugas kebersihan, satuan pengamanan (satpam) dan pemungut karcis. Akan tetapi, tugas mereka tidak berjalan sebagai mana mestinya karena upahnya 6 bulan terakhir ini belum dibayarkan. Kalau faktor keamanan sangat terjamin. Ertina hanya berharap janji-janji pemerintah itu agar segera direalisasikan.
Sementara salah seorang pengunjung Fajarman Ndraha, kepada NBC mengakui (25/12/2010), bahwa ia sangat sedih atas pengelolaan Mbombo Aukhu karena kurangnya perhatian pemerintah dan juga pengunjung.
Bulan September 2010, pernah ia bersama dengan Disporabudpar kerja bakti membersihkan kolam yang penuh dengan lumut, saat itu air kolam tidak layak pakai. ”Sekarang kolam ini sudah mulai berlumut lagi, ini menandakan tidak adanya perhatian, coba lihat sekelilingnya penuh dengan sampah pengunjung,” ujar Fajaman. Menurut dia, sebenarnya Mbombo Aukhu ini jika dikelola dengan baik oleh pemerintah dapat menghasilkan tambahan PAD bagi Kabupaten Nias. Disarankannya, segeralah pemerintah menambah fasilitas yang ada agar pengunjung tidak merasa bosan untuk datang ke tempat ini.
Sementara itu, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Nias, Ronal Zai, ditemui NBC tengah berekreasi di Mbombo Aukhu (Jumat, 25/12/2010) bersama dengan keluarganya. Ketika NBC menghampirinya di salah satu saung, Ronal mengatakan, sangat kecewa atas perlakuan pemerintah terhadap tempat wisata ini yang tidak membenahi fasilitas yang ada. Setiap tahun DPRD selalu menyarankan anggaran pembangunan water boom di Mbombo Aukhu dan pelebaran badan jalan, tetapi pemerintah selalu tidak menanggapi. Anehnya, tahun 2009, DPRD Kabupaten Nias mengusulkan anggarakan pembangunan khusus Mbombo Aukhu Rp 6,5 miliar, tetapi Disporabudpar hanya mengusulkan anggaran melalui Bappeda senilai Rp 200 juta untuk anggaran rehabilitasi.
DPRD Kabupaten Nias telah menyerahkan anggaran pembangunan tahun 2011 khusus di Mbombo Aukhu sebesar Rp 1,5 miliar. Ronal berharap dengan anggaran 1,5 miliar dapat dibangun sebuah kolam yang unik. Sehingga pengunjung kembali ramai.
Ronal mengakui, sejak tempat wisata dibeberapa tempat di Kepulauan Nias dibuka, lambat laun pengunjung di Mbombo Aukhu bisa dihitung dengan jari. Jika dulu pengunjung sangat ramai, sekarang ini pengunjung di tempat wisata ini hanya masyarakat setempat.
Ronal menyarankan agar Mbombo Aukhu dikunjungi orang, pemerintah harus menyerahkannya kepada pihak swasta untuk mengelolanya. Mbombo Aukhu pasti tidak kalah bersaing dengan Pantai Cermin di Serdang Bedagai, Medan, jika pengelolaannya sepenuh hati.
Ketika NBC tiba di lokasi wisata Mbombo Aukhu memang benar dari tuturan beberapa narasumber bahwa pengunjung dapat dihitung dengan jari. Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu karena fasilitas yang kurang memadai, di mana kolam renangnya hanya satu unit, itu pun penuh dengan lumut, kamar mandi yang kurang bersih, sekeliling area wisata penuh dengan sampah plastik. Di setiap saung tidak disediakan tong sampah. Kurangnya pohon lindung juga membuat kompleks itu jadi kurang asri.
Saran NBC, untuk menggait pengunjung wisata dari berbagai daerah, perlu dibenahi penataan sarana wisata, publikasi kepada masyarakat luas, makanan yang dijual jangan monoton terus, jika boleh berbagai jenis hidangan unik seperti ikan bakar. Penambahan area parkir dan perluasan badan jalan dari Mbombo Aukhu sampai di simpang Tetehösi-Idanögaŵo.

Lompat Batu

Lompat Batu di Desa Bawomataluo

Semangat Ksatria

Bila kita membicarakan Nias maka langsung pikiran kita akan membayangkan seorang pria berpakaian adat setempat sedang melayang di atas seonggok batu yang disusun setinggi lebih dari 2 meter. Atraksi lompat batu atau fahombo merupakan sebuah andalan pariwisata dari pulau nias. Membicarakan hal ini mau tidak mau kita harus kembali kepada sejarah panjang perjalanan budaya masyarakat nias.
Berabad-abad lampau, pulau nias yang terletak di sebelah barat Sumatera, terdiri dari beberapa wilayah yang diperintah oleh para landlord atau panglima-panglima perang sebagai bangsawan tinggi, Kedudukan bangsawan itu bukan kedudukan turun temurun, kedudukan itu mereka dapatkan dengan menyelenggarakan pesta menjamu masyarakat atau owasa. Maka semakin sering mereka menyelenggarakan owasa maka semakin kekal dan tinggi pula kedudukan mereka di mata masyarakat, dan biaya mengadakan pesta pesta mereka dapatkan dari hasil jarahan perang.
Untuk memenangkan peperangan bangsawan-bangsawan tersebut memerlukan dukungan pasukan yang kuat, sehingga pada waktu tertentu mereka membuka kesempatan kepada pria-pria muda untuk menjadi prajurit. Bagi kaum pria menjadi prajurit atau anggota pasukan pertahanan merupakan sebuah kehormatan, dengan penghasilan yang lebih bagus dari masyarakat biasa dan membuka kesempatan kelak bila nasib baik menjadikan mereka seorang bangsawan, mencapai kedudukan yang mulia pula.
Menentukan pantas tidaknya seorang pria menjadi seorang prajurit, tidak hanya ditentukan oleh kemampuan standard, bentuk fisik atau sekedar ilmu bela diri dan ilmu-ilmu hitam, tetapi penentuan akhir, mereka diuji harus dapat melompati sebuah susunan batu setinggi 2,3 m, tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun.
Pada masa-masa yang silam, acara seleksi ini diselenggarakan secara khusus dan berlangsung begitu meriah, seolah-seolah sebuah festival, orang berduyun-duyun datang dari jauh sekalipun untuk menyaksikan pria-pria muda saling menunjukan kebolehannya melompati batu dan berusaha menjadi yang paling baik. Bagi para gadis acara ini merupakan arena memuja dan memuji pria-pria idaman dan juga sebaliknya, bagi para pria yang lulus uji segera saja menjadi idola gadis-gadis. Bagi yang sudah mempunyai calon, segera saja ia meminang pilihannya, yang masih jomblo mempunyai kans besar mendapat calon istri. Sehingga fahombo akhirnya bergeser maknanya, seolah-olah menyiratkan siapa yang berhasil melompati susunan batu tersebut layak disebut dewasa dan pantas menikah.
Kini fahombo menjadi sebuah atraksi pariwisata dan tidak saja dilakukan pria muda, pria tua bahkan yang renta sekalipun boleh melompatinya. Fahombo juga tidak lagi menjadi ajang pemilihan pria idaman para gadis, mereka lebih memilih pria pujaan yang mempunyai mobil, motor atau setidaknya menjadi pegawai negeri atau punya motor bebek.